BatamHukum dan Kriminal

Putusan Beda di Kasus MT Arman 114 Picu Polemik Hukum, Kepemilikan Kapal Masih Jadi Sengketa

292
×

Putusan Beda di Kasus MT Arman 114 Picu Polemik Hukum, Kepemilikan Kapal Masih Jadi Sengketa

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Palu Hakim, (Foto: Internet)

ANAMBASNEWS.COM, Batam – Perbedaan putusan antara perkara pidana dan perdata atas kapal tanker berbendera Iran, MT Arman 114, menimbulkan polemik hukum yang menyita perhatian publik. Di satu sisi, dalam perkara pidana, kapal dan muatannya dinyatakan dirampas untuk negara. Namun di sisi lain, dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri (PN) Batam justru memerintahkan agar kapal dikembalikan kepada pemilik sahnya, Ocean Mark Shipping Inc.

Putusan perkara perdata dengan nomor 323/Pdt.G/2024/PN Btm dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Benny Yoga Dharma pada Senin, 2 Juni 2025. Dalam amar putusan, majelis menyatakan Ocean Mark Shipping Inc terbukti secara hukum sebagai pemilik sah kapal MT Arman 114, termasuk muatan light crude oil sebanyak 166.975,36 metrik ton, serta seluruh dokumen pendukungnya.

“Penggugat terbukti memiliki iktikad baik dan sah secara hukum sebagai pemilik Kapal MT Arman 114 beserta muatan dan dokumen kapal,” demikian kutipan amar putusan.

Majelis hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menyerahkan kapal beserta seluruh dokumen pendukung kepada Ocean Mark Shipping Inc. Selain itu, majelis menegaskan bahwa putusan pidana sebelumnya dengan nomor 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm yang menyatakan kapal dan muatannya dirampas untuk negara, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam konteks kepemilikan perdata.

Gugatan intervensi yang diajukan PT Pelayaran Samudera Corp melalui Direktur RM Bayu Purnomo ditolak seluruhnya. Eksepsi dari pihak tergugat, yakni Pemerintah Republik Indonesia melalui Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Batam, juga tidak diterima oleh majelis hakim.

Terkait hal ini, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam, Priandi Firdaus, menyatakan bahwa Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) masih menelaah isi putusan tersebut.

“Tim masih memiliki waktu tujuh hari untuk menyatakan banding dan tujuh hari lagi untuk menyampaikan memori banding,” ujar Priandi.

Sebaliknya, dalam perkara pidana yang diputuskan pada Rabu, 10 Juli 2024, oleh majelis hakim yang diketuai Sapri Tarigan, kapal MT Arman 114 dan seluruh muatannya dinyatakan dirampas untuk negara. Terdakwa dalam perkara tersebut adalah Mahmoud Abdelaziz Mohamed Hatiba, warga negara Mesir sekaligus kapten kapal, yang disidang secara in absentia. Ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsidair enam bulan kurungan.

Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Karya So Imanuel dan Marthyn Luther menyatakan bahwa terdakwa tidak jujur selama persidangan dan dianggap berpotensi mengulangi perbuatan. Ia juga terbukti mematikan sistem pelacakan otomatis (Automatic Identification System/AIS) saat kapal berlayar menuju Laut Natuna, lokasi terjadinya pelanggaran.

Menariknya, dalam proses pidana, beberapa pihak sempat mengklaim sebagai kuasa hukum pemilik kapal. Namun seluruh klaim tersebut ditolak majelis hakim karena tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan yang sah.

Perbedaan hasil putusan antara ranah pidana dan perdata ini menggarisbawahi kompleksitas penanganan kasus hukum lintas yurisdiksi, terlebih ketika menyangkut kapal asing dan dugaan kejahatan transnasional. Hingga kini, status hukum akhir dari kapal MT Arman 114 masih belum pasti dan terbuka kemungkinan untuk berlanjut ke tingkat banding atau kasasi, tergantung pada langkah hukum yang diambil para pihak.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *