oleh

Pemerintah Tetapkan Lima Tokoh Pahlawan Indonesia Baru, Ini Daftarnya

ANAMBASNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah akan menetapkan lima pahlawan nasional baru di Istana Negara Jakarta pada Senin, 7 November 2022.

Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Mahfud MD menyampaikan kelima tokoh ini diangkat atas jasanya bagi bangsa dan negara semasa hidupnya.

“Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan, itu memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar pahlawan nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia,” kata Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Mahfud MD yang dilansir dari cnnindonesia.com.

Berikut daftar lima tokoh calon pemegang gelar pahlawan nasional beserta profilnya yang dirangkum:

1. dr Soeharto

Dokter Soeharto merupakan dokter pribadi Presiden pertama RI Sukarno sejak tahun 1942.

Mengutip dari berbagai sumber, dr Soeharto memiliki nama lengkap Soeharto Sastrosoeyoso. Ia lahir pada 24 Desember 1908 di Tegalgondo, Solo, Jawa Tengah dan wafat pada tanggal 30 November 2000.

Selain sebagai dokter pribadi Bung Karno, semasa hidupnya, dr Soeharto juga pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, hingga Kepala Bappenas di Kabinet Soekarno.

Tercatat, beliau merupakan salah satu pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) dan beliau juga turut andil dalam pembangunan kawasan Sarinah Thamrin Jakarta, dan Hotel Indonesia.

Pada tahun 1950, dr Soeharto juga menjadi salah satu orang yang menggagas lahirnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Ia merupakan tokoh pelopor program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia yang kemudian pada 1957, lahirlah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan mendapuk dirinya sebagai ketua pertama PKBI.

“Berjuang di lapangan beri pengobatan bagi para pejuang yang jatuh atau sakit dan cacat dalam perjuangan melawan Belanda dan Jepang,” kata Mahfud.

2. KGPAA Paku Alam VIII
KGPPA Paku Alam VIII merupakan Raja Paku Alam yang menjabat pada 1937-1989. KGPAA Paku Alam VIII telah berjasa bersama Sultan Hamengkubuwono IX mengintegrasikan wilayah Yogyakarta ke Indonesia pada awal kemerdekaan.

Bersama dengan Sri Sultan HB IX, Kasultanan dan Paku Alam menjadi dwi tunggal, dua pemimpin yang merupakan satu kesatuan, dengan tekat bulat bergabung dengan Republik Indonesia tanpa ada keraguan.

Dilansir dari situs pemprov Jateng, integralitas keduanya kerap disebut sebagai Dwi Tunggal Raja Yogyakarta.

Kiprahnya dalam mendukung RI pada masa kemerdekaan berlanjut mulai dari peranannya dalam hal kemiliteran, yakni dengan mendukung para gerilyawan mengusir Belanda dalam agresinya di wilayah Yogyakarta.

“Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus, DIY itu tak termasuk di dalamnya. Tapi Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII membuat deklarasi menggabungkan diri ke republik,” tutur Mahfud.

3. dr Raden Rubini Natawisastra
Raden Rubini merupakan tokoh dari Kalimantan Barat. Semasa hidupnya, dr Rubini menjalankan misi kemanusiaan dengan menjadi dokter keliling melayani pengobatan di daerah terpencil dan pedalaman.

Mengutip dari situs Pemprov Kalbar, dokter Rubini juga aktif memimpin organisasi berhaluan politik yang menentang penjajahan Jepang dan menuntut kemerdekaan Kalimantan Barat menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nyawa Rubini gugur di tangan tentara Jepang, kala itu beliau tengah menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Sungai Jawi, Pontianak, sekaligus Kepala Bagian Bedah.

Namanya juga diabadikan menjadi nama RSUD di Kabupaten Mempawah, yakni RSUD dr. Rubini Mempawah dan menjadi nama jalan di Kabupaten Mempawah, Kota Pontianak, Kota Bandung, serta nama Taman Aulia dr. Rubini di Kabupaten Mempawah.

“Beliau dokter yang beri pelayanan pengobatan para pejuang di hutan-hutan. Selalu meneriakkan kemerdekaan, suami istri ini dibunuh pada penjajahan Jepang,” kata Mahfud.

4. Salahuddin bin Talibuddin
Salahuddin bin Talibuddin merupakan tokoh perjuangan dari Halmahera Tengah, Maluku Utara. Ia lahir di Desa Gemia, Kecamatan Patani, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara tahun 1874.
Selama 32 tahun, almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.

Ia merupakan salah satu tokoh SI-Merah (Serikat Islam Merah) yang gigih melawan Belanda.

Pada tahun 1941, Salahuddin mengibarkan Bendera Merah Putih di Tanjung Ngolopopo, Patani, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Semasa hidupnya, ia banyak hidup dalam pembuangan, dirinya dibuang ke Sawahlunto pada tahun 1918-1923, tahun 1941 dibuang ke Nusa Kambangan, dan kemudian dipindahkan ke Boven Digul pada tahun 1942. Sampai akhirnya dieksekusi mati oleh Belanda di Ternate.

“Beliau yang meneriakkan perjuangan kemerdekaan sampai diasingkan ke Boven Digoel,” kata Mahfud.

5. KH Ahmad Sanusi
Ahmad Sanusi merupakan tokoh pejuang dari Jawa Barat. Ia merupakan seorang ulama besar yang lahir pada tanggal 18 September 1889 di Desa/Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

Beliau merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan seorang tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara Pancasila.

Mengutip dari akun Instagram Mahfud MD, sumbangan penting K.H Ahmad Sanusi selama perang kemerdekaan, adalah fatwanya yang menyebut bahwa DI/TIl pimpinan Kartosuwiryo tidak Islam.

Fatwa itu juga mengajak kaum Islam di Jawa Barat untuk tetap berdiri di belakang NKRI, yang kemudian dikuti oleh sebagian besar kiai dan pengikutnya di wilayah Priangan, termasuk di wilayah Garut yang menjadi sarang DI/TII.

Mengutip situs Pemprov Jabar, ulama asal Sukabumi ini juga dikenal sebagai pendiri organisasi Persatuan Umat Islam (PUI). Dirinya sempat ditahan oleh kolonialis Belanda lantaran terlibat dalam upaya-upaya perlawanan terhadap penjajah dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Atas jasa-jasanya itu, nama KH Ahmad Sanusi juga dikenang sebagai nama sebuah prasasti di Gedung KAA Bandung.

“Ini KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat aktif dan ikut merumuskan dasar negara Pancasila. Beliau dorong kompromi dibentuk negara di mana negara tak jadi negara agama. Tapi bukan negara sekuler,” ujar Mahfud.

Editor: Nato

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed