ANAMBASNEWS.COM, Jakarta – Pemerintah tampaknya serius untuk mendorong energi yang lebih ramah lingkungan. Hal itu dibuktikan dengan munculnya larangan pengembangan pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) baru.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Seperti dikutip detikcom, Kamis (15/9/2022), pada Pasal 3 Ayat 1 Perpres dijelaskan, dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral.
Lalu, di Ayat 2 disebutkan, penyusunan peta jalan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Pada Ayat 3 tertulis, peta jalan percepatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 paling sedikit memuat (a) pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU, (b) strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU, dan (c) keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
Di Ayat 4 disebut, pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk (a) PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, atau (b) PLTU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional
2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan, dan
3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.
Berikutnya, pada Ayat 5 tertulis, dalam upaya meningkatkan proporsi energi terbarukan dalam bauran energi listrik, PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran waktu (a) operasi PLTU milik sendiri, dan/atau (b) kontrak Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) PLTU yang dikembangkan oleh Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.
Upaya untuk mendorong energi yang ramah lingkungan memang kerap disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam catatan detikcom, Jokowi pernah menyampaikan, kebijakan pemerintah dalam transisi menuju energi baru dan terbarukan menjamin kepastian investasi. Ia mengatakan, akan mendorong early retirement atau pensiun dini PLTU di Jawa dan Sumatera.
Selanjutnya, Jokowi mau mendorong transisi ke energi terbarukan seperti pembangkit dari panas bumi dan tenaga surya.
“Kebijakan kami mekanisme transisi energi dari fosil fuel ke energi baru terbarukan juga akan menjamin kepastian investasi. Di Jawa dan Sumatera kita mendorong early retirement PLTU ke energi baru terbarukan seperti geothermal dan solar panel. Dan kita akan membuka partisipasi di sektor swasta untuk berinvestasi di transisi energi ini,” terangnya dalam acara B20 Indonesia Inception Meeting 2022, Kamis (27/1/).
Jokowi mengatakan, ada PLTU dengan kapasitas 5,5 giga watt (GW) siap untuk masuk program pensiun dini tersebut. “Saat ini ada 5,5 GW PLTU yang siap untuk program early retirement ini,” katanya.
Hal itu juga tercermin dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2021-2030. Pembangunan PLTU tak lagi jadi pilihan, kecuali untuk PLTU yang pembangunannya tengah berlangsung.
“Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang, membuka ruang yang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers, Selasa (5/10/2021).
Arifin mengatakan, RUPTL kali ini akan lebih hijau. Dalam RUPTL PLN 2021-2030 terdapat penambahan pembangkit dengan kapasitas 40,6 giga watt (GW). Dalam penambahan pembangkit ini, porsi dari energi baru dan terbarukan (EBT) akan lebih besar yakni mencapai 51,6%.
“RUPTL ini lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT hingga mencapai 51,6% lebih besar dibandingkan dengan penambahan fosil yang sebesar 48,4%,” katanya.
Editor: Nato