ANAMBASNEWS.COM – Kritik itu tidak enak kedengarannya, namun kadang-kadang bisa jadi taktik korektif yang terdengar unik sedikit mengusik dan kerap juga nyelekit menggelitik. Kadang-kadsng pula tidak jarang terasa getir melintir bahkan tidak sedikit terasa pahit. Bagaikan obat tak jarang rasanya pahit. Namun bisa juga jadi obat alternatif, dikala sakit itu mahal. Apa lagi dimusim Covid-19 yang menyebabkan ekonomi tak kunjung bangkit.
Ketika orang bebas mengkritik menggelitik asal saja konstruktif (berkata benar, bukan benar berkata), maka demikian pula kita bisa legowo dan selektif menginsyafi untuk berikhtiar perbaiki diri. Karena manusia itu tidak ada yang sempurna (kalah dengan rokok Sampoerna?), termasuk kritik dari kritikus itu sendiri. Bisa jadi asal jadi, namun acapkali bisa mengena juga. Jadi kita tak perlulah merasa tersinggung, jika dikritik.
Karena jika diajak diskusi serius belum tentu nyambung, makanya tipikalnya lebih suka kepada cakap orang yang menyanjung. Akhirnya terlena dan mabuk pujian, walaupun capaian prestasi hanya jadi prestise dan janji tak terbukti. Hanya janji angin surga yang menggunung.
Jika diamati secara seksama, terindikasi banyak kegiatan, program, acara yang tidak signifikan efektifitas nya, terkesan menghamburkan anggaran belaka.
Padahal masih banyak rakyat yang belum sejahtera, hidup dibawah garis kemiskinan. Kegiatan seremonial demikian terkesan rutinitas yang tidak pernah dilakukan evaluasi output, outcome secara komprehensif berdasarkan ilmu anagement strategik. Yang ada hanya berdasarkan “outstanding kuantitatif”, bukan kualitatif. Lantas apa indikatornya? Setelah kegiatan, program, acara itu selesai, maka selesailah sudah semuanya. Tidak mau dikaji implikasinya.
Tidak kelihatan feedback secara nyata setelah nya. “Tak nyata ya hulubalang? Ya tuanku. Dari jauh kupandang silau, dari dekat barulah nyata. Ternyata hamba rabun jauh, tuanku. Ampun tuanku…” (cuplikan dialog mendu).
Ingatlah kodrat kita sebagai manusia yang tak sempurna tadi. Ya kita semua taklah sempurna. Tentu perlu disempurnakan. Jangan tersinggung jika hal itu disinggung. Nobody perfect! Maka sempurnakanlah kekurangan kita dgn kritik yang korektif tersebut. Renungkan lah barang sejenak, pepatah lama mengatakan:
“Jika mau tau kelemahan, tanyalah kepada “musuh” anda.” Bukan kepada teman, apalagi kepada konco/pendukung anda.
Karena musuh itu adalah pengawas/pengamat cermat gratis. Mungkin saja dia belum bisa tidur sebelum semuanya termonitor, ketika anda sudah tidur pulas. Begitulah faktanya.
Think it to know it…
Penulis : Johari, SH. Mkn.